Benar, kalian tidak salah membaca judul. Copywriting dan Storytelling mungkin terdengar seperti gula dan garam, air dan minyak dan analogi lawan kata lainnya. Storytelling fokus pada seni bercerita, sedangkan copywriting fokus pada kegiatan pemasaran. Tetapi sebenarnya keduanya memiliki kesamaan yang saling berkaitan.
Copywriting “ala” Storytelling
Pembahasan mengenai copywriting sebenarnya merujuk pada satu hal, yaitu merayu para pembaca alih-alih bercerita. Tetapi sering ditemukan cara penyampaian terbaik adalah melalui bercerita sebuah kisah. Mungkin salah satu contoh terkenalnya adalah iklan marketplace Gojek yang sering menampilkan driver mereka yang berhasil melewati masa sulit dengan menjadi mitra driver di perusahaan tersebut. Secara tidak langsung kita sebagai pengguna menjadi tergugah karena langkah simpel untuk menggunakan jasa tersebut mampu membantu perekonomian mereka.
“Coba bayangkan” mungkin menjadi sebuah premis yang mudah untuk digunakan untuk menulis copywriting yang menggugah hati. Contohnya seperti membayangkan bila sosok “aku” yang menjadi bagian dari keluarga itu. Membayangkan kehidupan yang serba kekurangan dan penuh cobaan, namun berkat satu hal, keluarga tersebut mampu terbebas dari segala hal sebelumnya. Melegakan, bukan?
Itulah keunikan dari storytelling, ia mampu bercerita mengenai segala keraguan dan kekhawatiran, hingga muncul ketakutan dan hal tersebut menimbulkan persepsi bahwa solusi hal tersebut ternyata adalah produk yang kita buat. Kalau kisahnya cukup bagus, bahkan bisa mengajak orang-orang untuk berpartisipasi menjadi pelanggan baru.
Dan semua itu bisa dilakukan tanpa perlu bercerita dengan panjang lebar, cukup ringkasan cerita pendek namun sarat akan makna didalamnya.
Storytelling Tetaplah Sebuah Seni
Dari sini mungkin kalian berpikir batas antara copywriting dan storytelling menjadi kabur, namun itu tidak sepenuhnya benar. Ini kurang lebih hanya masalah perspektif saja. Fakta bahwa storytelling merupakan seni bercerita menjadi ciri khas yang tidak menjadi fokus dari copywriting selain kepada para pembacanya.
Storytelling mungkin tetap melihat pembacanya sebagai kepuasan tersendiri, namun tetap apa yang ingin diraih adalah kreativitas dalam menggubah sebuah narasi cerita yang penuh dengan emosi yang kuat. Yang membuat para pembacanya merasa kagum ketika mendengar ataupun membacanya.
Sedangkan copywriting adalah segala hal tentang pembacanya. Mulai dari mengetahui brand kita hingga keputusan untuk membeli produk kita, kita sebagai copywriter punya tugas untuk merayu hati dan pikiran pembacanya. Dari contoh iklan Gojek tadi bukanlah soal kisah yang ingin kita bicarakan, tetapi itu adalah kisah yang perlu didengar oleh para pembaca.
“Mindset” Copywriting Dalam Bercerita
Seni bercerita tergantung dari siapa penulisnya. Jadi tak heran terdapat suatu buku yang mudah dipahami dan ada buku yang sulit untuk dimengerti. Satu hal yang perlu diingat bagi yang bercerita adalah menyajikan cerita yang terus mengalir dari awal hingga akhir. Ternyata ini adalah mindset yang dipegang dalam copywriting dan dapat diterapkan dalam bercerita melalui 4 cara berikut:
1. Singkat
Seorang Copywriter tahu bahwa tulisan yang dibuat memiliki panjang cerita yang cukup, tidak kurang atau tidak lebih. Entah itu memiliki jumlah kata sebesar 100 kata maupun 7000 kata, mereka akan tahu kalau tulisan tersebut sudah rampung. Bila diterapkan dalam storytelling, kalian harus paham betul cerita yang ingin dibawakan. Kalian harus mengetahui perbedaan antara deskripsi cerita yang menarik dengan cerita yang bertele-tele.
2. Jelas
Copywriting sangat menghargai tulisan yang jelas. Jelas maksud isi pesan yang ditangkap oleh pembaca ataupun jelas motif ajakan menggunakan produk tersebut. Inilah yang juga penting dalam storytelling, menjadi sebuah panduan bagi yang bercerita untuk tetap fokus menyampaikan cerita kepada pembaca. Bukan dengan tenggelam dalam dunia imajinasi pencerita yang menuliskan kalimat yang rumit ataupun terlalu bertele-tele.
3. Fokus pada pembaca
Copywriting adalah segala hal tentang pembaca, maka seluruh tulisan iklan marketing diperuntukkan untuk menjawab kebutuhan mereka.
Dalam storytelling, ini bisa menjadi arahan bagi pencerita untuk menceritakan kisah yang “ingin” dibaca oleh pembaca. Mari mulai mengubah perspektif dari “apa yang ingin aku tulis?” menjadi “bila orang lain telah menulis hal ini, apakah aku ingin membacanya?”
4. Call to action (CTA)
Setiap tulisan yang dibuat dengan model copywriting pasti akan berujung pada satu hal, yaitu call to action alias CTA. Artinya timbul ajakan untuk menggunakan produk yang diiklankan ketika mencapai akhir tulisan. Hal ini pula yang secara tak langsung ada dalam storytelling. Misalnya dalam buku, hal yang menggerakan pembaca untuk melanjutkan ke halaman selanjutnya adalah bentuk CTA ketika bercerita. Bagiamana cara menumbuhkan hasrat tersebut? Yup, dengan menuliskan cerita yang mengalir, jelas dan tentunya tidak bertele-tele.
Pada akhirnya, storytelling dan copywriting tetaplah kedua hal yang berbeda. Masing-masing model punya keunikan tersendiri yang menjadi ciri khas mereka, namun persamaan yang telah dijelaskan di atas dapat menjadi inspirasi dikemudian hari.